Full Day Trekking di Kaki Gunung Merapi

“Di bawah langit Indonesia, ada sejuta pesona yang menunggu untuk dijelajahi.”

Text by Arya Suryawan


Sudah lama ingin sekali trekking di sekitar kaki Gunung Merapi. Sudah menjadi “bucket list” ” kami selama ini. Kabarnya pemandangannya sangat cantik dengan lembah yang terjadi karena aliran lahar yang sudah mengering, serta sungai dan mata air yang jernih. Akhirnya kesempatan itu pun terwujud pada pertengahan bulan Agustus 2024. Pagi itu, kami berangkat pukul 6.30 pagi dari Omah Kepel, berbekal kudapan manis dan beberapa botol air minum, menuju Kali Kuning Park yang berlokasi di Umbul Harjo, Cangkringan. Kebetulan Omah Kepel Adventure bekerjasama dengan beberapa tim SAR Gunung Merapi yang akan menjadi pemandu kami. Tak lama setelah bertemu di lokasi, kami pun memulai perjalanan. Pada awalnya kami masih melewati jalan beraspal yang lama kelamaan terganti dengan tanah berpasir yang telat memadat.

Rute sangat bervariasi. Seringkali menanjak, kadang melandai, namun ada juga yang menurun. Langit biru membentang terlihat sangat kontras dengan segarnya hijau dedaunan, rumput, dan ilalang. Kami juga melewati hutan, hingga akhirnya tiba di sebuah tebing. Tampak dari kejauhan puncak bukit Pronojiwo. Sedangkan di bawah terlihat Watu Kemloso yang akan segera kami lewati.

Dalam Bahasa Jawa, watu berarti batu dan kemloso berarti tikar. Jadi secara harfiah Watu Kemloso berarti tikar batu. Nama unik ini sangat sesuai karena jalur ini merupakan aliran sisa lahar yang telah membatu. Saat ini Watu Kemloso menjadi jalur yang aman dan asik untuk dilewati. Namun jika terjadi erupsi Gunung Merapi, maka Watu Kemloso akan menjadi sungai yang mengalirkan lahar dingin yang sudah bercampur dengan air dan batu. Bahkan jika hujan lebat di puncak Gunung Merapi dan terjadi banjir bandang kiriman, Watu Kemloso akan menjadi sungai dengan aliran yang cukup deras. Karena itu, jalur ini tidak boleh dilalui ketika musim hujan.

Jika menyusuri lebih lanjut ke arah Selatan, sekitar 500 meter mengikuti jalur ini, kita akan melihat atau dinding batu dari sisa lahar yang sudah membeku. Masyarakat sekitar sini menyebutnya gebyok batu. Menurut pemandu kami, gebyok ini terbentuk sekitar 14 tahun, yakni lalu ketika erupsi dahsyat Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010.

Setelah 1.5 jam melewati Watu Kemloso, perjalanan kami semakin mendaki, melewati hutan, bukit, dan padang ilalang. Sesekali kami bertemu dengan beberapa petani yang sedang mengambil rumput ilalang untuk pakan ternak mereka. Para petani tersebut dapat dikatakan tidak muda, tetapi tenaga mereka luar biasa.

Kami lanjutkan perjalanan melewati hutan yang cukup rimbun. Di sana kami sempatkan diri untuk duduk sejenak di bawah rindangnya pepohonan. Seduhan teh dan kopi panas, serta kudapan legit, terasa nikmat di pagi menjelang siang itu.

Tidak berlama-lama, kami melanjutkan perjalanan sampai di sebuah tebing. Pemandangannya sangat cantik . Disempurnakan dengan cuaca yang hangat dan langit yang tidak berawan, melihat apa yang dihadapan kami rasanya seperti sedang menatap lukisan dengan sapuan warna yang berani.

Dari sini, kami kembali menyusuri jalur menuruni bukit menuju daerah Plunyon untuk melihat dam yang pertama kali dibangun di kaki Gunung Merapi serta sungai di sekitarnya. Asiknya, ketika menyusuri lembah Plunyon-Kali Kuning sepanjang sekitar 1 kilometer, kami seperti sedang berjalan di jurassic valley. Dan ketika melihat aliran sungai dengan air yang sangat jernih dengan tumbuhan subur di sekitarnya, ingin sekali rasanya menceburkan diri. Apalagi sinar matahari mulai terasa terik. Aliran air bening dan segar ini seperti “memanggil-manggil” mengajak kami bermain di sana.

Puas sekadar mencuci muka dengan air sungai yang jernih, kami lanjutnya perjalanan menuju bukit yang akan menjadi tempat kami beristirahat untuk makan siang. Rute kali ini kembali menanjak namun landai dan menyenangkan, karena mata kami terus dimanjakan dengan panorama kaki Gunung Merapi yang hijau. Akhirnya kami tiba di area tempat kami beristirahat. Sambil menunggu pemandu kami beserta timnya menyiapkan makan siang berupa nasi pecel dan tahu susur, kami sempatkan diri untuk memejamkan mata di hammock yang sudah disediakan atau sekadar duduk diam melihat pemandangan yang tidak setiap hari bisa kami nikmati. Semilir angin membelai kulit kami yang hangat karena sinar matahari yang cerah. Gemerisik dedaunan menjadi irama alam yang menenangkan. Di tengah keheningan suara alam, sesekali terdengar suara Elang Jawa dari kejauhan. Rasanya sangat tenang dan damai.

Setelah puas beristirahat dan menikmati makan siang yang sederhana namun lezat, kami kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini kami akan menuju dua sumber mata air utama di kaki Gunung Merapi yang dikenal dengan nama Umbul Temanten, yaitu Umbul Wadon dan Umbul Lanang.

Dalam Bahasa Jawa umbul artinya mata air, wadon artinya perempuan, dan lanang berarti laki-laki. Dua mata air ini sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi. Umbul Wadon, yang telah dilindungi dengan bunker agar salurannya aman dari longsor atau hal-hal lain, telah dipipanisasi dan dimanfaatkan untuk keperluan air bersih rumah tangga dusun-dusun di kaki Gunung Merapi. Sedangkan Umbul Lanang digunakan untuk pengairan pertanian.

Perjalanan kami sudah hampir menuju akhir. Kami akan kembali menuju Kali Kuning Park melewati bukit yang cukup terjal, ada yang berbatu, ada juga yang ditumbuhi ilalang. Menjelang sore, kami tiba di lokasi tempat kami memulai perjalanan. Langit biru benderang yang menemani sepanjang perjalanan sudah berganti menjadi kelabu. Puncak Gunung Merapi yang pagi tadi menampakkan wajahnya, telah bersembunyi di balik awan yang tebal. Suhu yang tadi hangat cenderung panas, mulai terasa menggigit kulit. Tak terasa, satu hari penuh telah kami lewati untuk berjalan di sekitar kaki Gunung Merapi. Kaki terasa pegal dan badan terasa letih, namun semua sepadan dengan apa yang kami lihat dan rasakan. Tubuh segar, mata dimanjakan, dan pikiran terasa lebih jernih. Bersyukur bahwa kami masih diberi kesempatan untuk bisa melihat dan mengagumi Gunung Merapi yang gagah. Negeriku memang indah…

Elevasi: 850mdpl

Durasi: 8 jam

Jarak: 7km

Tingkat kesulitan: Sedang (Moderate)

Biaya: Rp850.000,- (termasuk: makan siang, 2x coffee/tea break, 2 botol mineral water 600ml, snack, jas hujan, dan pemandu)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This error message is only visible to WordPress admins

Error: No feed found.

Please go to the Instagram Feed settings page to create a feed.